Senin, 23 Mei 2011

Membersihkan Gigi dan Mulut Balita


Usia Berapakah Balita Mulai Dibersihkan Gigi dan Mulutnya?

Pertanyaan di atas adalah pertanyaan yang sering muncul dan jawaban dari pertanyaan itu adalah bersihkanlah segera setelah gigi pertama muncul di dalam mulut.

Gigi susu yang sudah mulai tumbuh dibersihkan dengan sikat gigi bayi. Saat ini telah banyak tersedia sikat gigi latihan (training tooth brush) untuk bayi atau batita dengan harga terjangkau.

Sikat gigi ini ada 3 bentuk, bentuk pertama ujungnya terbuat dari karet, bulat memanjang dengan gerigi yang tumpul untuk melatih anak supaya terbiasa dengan pembersihan gigi. Karena terbuat dari karet yang lembut, tidak apa-apa apabila kemudian sikat itu digigit-gigit atau dihisap oleh bayi asal orang tua yakin sudah bersih.

Tahap dua bentuknya lebih menyerupai sikat gigi biasa namun masih terbuat dari karet. Tahap 3 berupa sikat gigi biasa dengan ukuran kecil dan bulu yang lembut. Apabila gigi bayi sudah terbiasa dibersihkan, pengenalan sikat gigi biasa ini pada anak saat giginya sudah tumbuh sempurna, tidaklah terlalu sulit lagi.


Ada juga bulu sikat gigi yang tempatnya dapat di masukkan ke dalam telunjuk tangan orang tua, sehingga tekanan bulu sikat dapat lebih dirasakan orang tua untuk mendapatkan efek pembersihan maksimal, namun tidak menimbulkan rasa sakit pada anak.

Lakukan pembersihan gigi setiap hari saat anak segar, tidak rewel, dan mengantuk dengan teliti namun tidak terlalu lama supaya bayi tidak menjadi bosan. Untuk batita (anak di bawah usia 3 tahun) tidak usah memakai ritual kumur atau pasta gigi.

Yang paling mudah bagi mereka adalah minum air putih sebelum dan sesudah pembersihan gigi. Jadikan hal ini menjadi kebiasaan rutin setidaknya dua kali sehari. Pada usia 3 tahun ke atas, anak bisa mulai diajarkan berkumur tapi tetap dengan air matang.
 
Jangan berpikir untuk memberikan pasta gigi sampai anak sudah bisa membuang air kumurnya dengan baik dan itu butuh proses serta latihan.

Referensi
Kiat Merawat Gigi Anak, Oleh Drg. CHAERITA MAULANI

Kirim Artikel anda yg lebih menarik di sini !

Rabu, 11 Mei 2011

Mengenal Isi Perut Bayi

Bayi

Susunan isi perut bayi tidak berbeda dengan milik orang dewasa. Perbedaannya hanya dalam hal belum sepenuhnya pencernaan bayi berfungsi seperti pada orang dewasa. Pada saat dilahirkan, lambung dan usus bayi belum berfungsi sepenuhnya.
Dalam usus bayi belum semua enzim pencernaan lengkap dan optimal diproduksi. Apakah fungsi enzim? Enzim diperlukan untuk mengolah makanan. Bayangkan enzim usus sapi dapat mengubah rumput menjadi air susu.
Dalam usus manusia, diperlukan berbagai jenis enzim untuk mengolah zat makanan dan minuman yang beragam yang diperoleh dari menu harian menjadi partikel paling sederhana yang siap dipakai oleh sel tubuh.
Selain enzim pencernaanya belum lengkap, belum semua struktur saluran pencernaan bayi sudah terbentuk sempurna. Termasuk belum munculnya gigi-geligi. Sebagai saluran pencernaan paling atas, gigi dipakai untuk mengunyah dan melumatkan makanan. Kemampuan bayi untuk menelan pun belum sempurna.
Untuk alasan itulah bayi belum diperbolehkan menelan segala macam makanan dan minuman seperti orang dewasa. Sekurang-kurangnya sampai bayi berumur enam bulan, belum boleh ada jenis makanan lain bagi bayi selain hanya susu.
Kinerja isi perut bayi menentukan laju tidaknya proses tumbuh-kembangnya.

Berkat isi perut yang utuh dan mampu bekerja sempurna, tubuh bayi akan tumbuh optimal. Dengan pencernaan yang sudah pandai menyerap apa saja yang dimakan dan diminum anak, maka gelas otak anak pun bakal terisi penuh. Dengan demikian tubuh akan tumbuh optimal, dan otak diberi kesempatan berkembang sempurna.
Kedua garda itu akan memberi potensi terciptanya manusia unggul. Itu saja belum cukup. Masih ditentukan pula oleh menu harian yang bergizi. Pencernaan bagus saja tak cukup jika gizi menu hariannya tergolong buruk. Dan apabila gizi buruk yang selalu diterima anak dari menu hariannya, belum tentu menghasilkan anak yang tercetak unggul.
Referensi
Makanan Sehat untuk Bayi (plus Penyakit Perut pada Anak), Oleh Dr. Handrawan Nadesul


Senin, 02 Mei 2011

Air Putih Bukan untuk Bayi!

“MBAK, jangan lupa kasih air putih kalau adek habis minum susu, ya,” urai Riani kepada sang pengasuh sembari menyuapkan beberapa sendok air putih kepada bayinya yang berusia 3 bulan.

Tahukah Moms, di balik kebiasaan memberikan air putih ternyata tersimpan bahaya yang dapat mengancam si buah hati, utamanya bayi di bawah usia 6 bulan.

ASI, Sudah Cukup!
Air putih bermanfaat bagi kesehatan anak-anak dan orang dewasa memang benar, tapi TIDAK untuk bayi.

“Pemberian air putih tidak disarankan, khususnya pada bayi usia < 6 bulan, karena kegunaannya tidak ada,” buka dr. Yulia Lukita Dewanti, M. Ked. Ped, SpA dari RS Sari Asih Serang.

Pada bayi usia tersebut, pemberian ASI eksklusif tanpa pemberian cairan lain sudah cukup memenuhi kebutuhan gizi bayi sesuai dengan perkembangannya.

Secara alamiah, komposisi ASI –mengandung 88 persen air- yang diproduksi akan mencukupi kebutuhan cairan bayi.

Begitu pun dengan bayi yang minum susu formula, lebih dari 80 persen komposisi susu formula adalah air. Mengingat tingginya kadar air dalam ASI maupun susu formula, bayi kurang 6 bulan tak perlu diberikan tambahan cairan lain apapun secara langsung –termasuk air putih, teh manis, atau jus buah.

Artinya, bayi tidak akan kekurangan cairan sejauh bayi mendapatkan ASI atau susu formula cukup setiap harinya. Bayi akan selalu ‘meminta’ ASI/susu formula bila ia merasa haus (on demand).

3 Alasan Air Putih Dilarang
Lantas, mengapa air putih tak baik diberikan pada bayi?

Ginjal Bisa Rusak
“Pada bayi berusia kurang dari 6 bulan, semua organnya belum berfungsi laiknya orang normal pada umumnya. Nah, organ yang langsung berhubungan dengan metabolisme cairan adalah ginjal. Jika bayi diberi banyak air putih, maka ginjal yang belum siap menyaring –kecuali ASI- ini dapat rusak,” papar dokter penyuka novel ini.

Ya, ginjal bayi belum mampu mengeluarkan air dengan cepat, sehingga dapat menyebabkan timbunan air dalam tubuh yang dapat membahayakan bayi (keracunan air).

Keracunan air
Kelebihan air di atas akan menyebabkan kandungan elektrolit dalam darah menjadi tidak seimbang, misalnya sodium (natrium). Kelebihan cairan tersebut akan melarutkan sodium dalam darah dan akan dikeluarkan tubuh, sehingga kadar sodium menjadi rendah yang dapat memengaruhi aktivitas otak.

Awalnya ditandai dengan iritabilitas (merengek-rengek), mengantuk dan gejala penurunan kesadaran lainnya yang kadang luput dari kewaspadaan orangtua. Gejala lainnya adalah penurunan suhu tubuh, bengkak di sekitar wajah dan jika dibiarkan dapat menjadi kejang.

Jika si kecil sampai mengalami kejang, kemungkinan terjadi gangguan perkembangan di masa depannya namun bergantung pada frekuensi dan durasi kejang tersebut terjadi.

Kebutuhan gizi tidak terpenuhi
Selain keracunan air, memberikan air putih setiap kali bayi menangis adalah salah. Bayi yang menangis tidak selalu berarti lapar. Bisa saja ia BAK (Buang Air Kecil), BAB (Buang Air Besar), kurang nyaman, sakit atau lainnya.

Bayi yang diberikan air setiap ia menangis akan menjadi kenyang. Sehingga keinginan bayi untuk menyusu akan menurun. Akibatnya, asupan gizi dalam tubuh menurun pula.

Padahal tiga tahun pertama adalah golden period (masa keemasan) untuk pertumbuhan dan perkembangan anak di masa depan dan sangat bergantung pada asupan gizinya saat itu. Oleh karena itu, Moms harus mengonsumsi makanan yang bergizi agar kualitas ASI terjaga.

Diare, Tetap Berikan ASI
Bagaimana bila bayiku diare, apa boleh diberikan air putih? “Untuk bayi usia kurang dari 6 bulan, tetap berikan ASI saja. Memang, kebutuhan akan cairan saat diare akan meningkat, namun pemberian ASI cukup untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Semakin sering si ibu menyusui maka semakin banyak pula ASI yang diproduksi, sehingga Ibu tidak perlu khawatir ASI-nya tidak cukup,” saran dr Yulia.

Ingat, kandungan ASI sudah lengkap, termasuk kandungan elektrolitnya. Sehingga, pemberian cairan elektrolit khusus bayi tetap tidak disarankan.

Boleh Diperkenalkan lebih dari 6 Bulan
Pemberian air putih mulai dapat dilakukan saat bayi memasuki usia di atas 6 bulan, dimana MPASI (Makanan Pendamping ASI) mulai diperkenalkan. Selain itu pada usia lebih dari 6 bulan, organ bayi dianggap ‘siap’ untuk mencerna makanan dan minuman selain ASI.

Selain itu, ada beberapa penelitian menyebutkan bahwa pada kasus tertentu -seperti cuaca panas atau konstipasi- pemberian air pada bayi diperbolehkan.

Namun, pemberian air itu cukup berkisar satu sendok makan setiap pemberiannya. Sebaiknya, gunakan sendok, bukan dot/botol guna menghindari kehilangan kontrol berapa banyak air putih yang sudah diminum bayi, jangan sampai kebanyakan.

Misalnya yang terjadi di John Hopkins Children’ Center, sebuah rumah sakit di Amerika, seperti dikutip dari situsnya. Pada musim panas, banyak bayi yang dibawa ke ruang gawat darurat oleh orangtua yang panik karena bayi mereka kejang. Belakangan diketahui bahwa hal itu disebabkan oleh asupan air putih yang terlalu banyak.

Hmm, Anda tak mau hal itu terjadi pada si kecil, bukan?

Air Tajin, Tak Dianjurkan!

Pemberian air tajin (air rebusan beras) masih jamak ditemukan di masyarakat. Menyikapi hal ini, dr Yulia menegaskan bahwa air tajin tetap tidak dianjurkan untuk diberikan pada bayi usia kurang dari 6 bulan.

Banyak ibu-ibu memberikan air tajin bila anaknya terserang diare guna mengatasi dehidrasi. Banyak pula yang mencampurkan air tajin pada makanan bayinya saat si kecil berusia lebih dari 6 bulan.

Dikatakan dr. Yulia, komposisi air tajin tidak lain hanyalah karbohidrat. Memang, air tajin lebih baik dibandingkan dengan air putih yang tidak mengandung zat gizi dan hanya beberapa jenis elektrolit.

Walau begitu, bagi bayi lebih dari 6 bulan yang selalu diberikan air tajin, yang akan terpenuhi hanyalah kebutuhan karbohidratnya. Hasilnya, bayi bisa menjadi gemuk tanpa ada ‘isi’nya. Untuk menunjang pertumbuhan dan perkembangan anak, yang dibutuhkan bukanlah karbohidrat saja. Protein, lemak, serat, zat gizi makro dan mikro pun berperan penting.

Jadi, bijaklah dalam memilih makanan/minuman untuk dikonsumsi si kecil dalam masa tumbuh kembang-nya. (Sumber: Tabloid Mom/Kiddie)

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Bluehost